7 November 2014

Kejadian-kejadian di sini, Ketika Ayah Meninggal di sana


Waktu itu hari selasa, saya sedang ujian term 2, tahun 3 di kuliyah zagaziq, universitas al-Azhar. Masih ada beberapa mata pelajaran lagi yang akan diujikan, pada hari kamisnya 15 juni , ada ujian takhrij atau hadis tahlili (hemmm.. saya lupa), yang jelas pelajaran itu dibawakan oleh duktur mamduh, dosen favorit saya. Hari minggunya juga masih ada ujian, Gimana ya?? Harus kah saya merasibkan diri karena musibah yang datang ini?

Yang pertama kali datang ke rumah saya untuk menghibur (ta’ziyah) adalah mas uus dan ceng gilman. Mereka bawa buah-buahan ke rumah dan mengajak saya gobrol berusaha meringankan beban perasaan saya, terima kasih buat mereka, padahal saya tahu mereka sendiri sedang memikul beban, harus ngafal dan mempersiapkan diri untuk ujian pada hari kamisnya, sama dengan saya.

Kedatangan mereka sangat menghibur saya, saat itu saya mengambil kesimpulan bahwa ternyata yang paling berkesan itu adalah simpati, empati, ikhlas dan terdepan.

Maksudnya gini, yang sangat berkesan bagi saya dari mereka berdua adalah mereka orang yang pertama kali datang menampakkan diri ke rumah ketika saya ditimpa musibah, saya paling terkesan dari sisi ini, bukan karena apa yang mereka bawa atau apa yang mereka ucapkan.

Tapi saya senang juga sih dengan buah-buahan dan wejangannya. Semangkanya manis pak kiayi.. Jazahumullahu khairal jaza-.

Malammya ada salat gaib di DPD Zagazig dan ada salat gaib juga bersama kawan-kawan alumni Diniyah di Kairo.

Salat gaib di DPD (Dewan Perwakilan Daerah-sekretariat mahasiswa) Zagazig berjalan lancar, yang menjadi imamnya saya sendiri, kemudian Nano sebagai ketua DPD membuka acara ta’ziyah, bang Kasmon dan bang Rois memberikan tausiyah sebagai perwakilan dari teman-teman mahasiswa kemudian sepatah kata sekaligus ucapan terima kasih dari saya sendiri kemudian ditutup doa.

Setelah penutupan dan basa-basi, semua pada salaman dan bubar, om hashim nyalamin, “hamdi yang sabar ya!”, pas dia salaman kok kayak ada yang nempel-nempel ghitu di tangan saya, segera air mata saya mengering pas saya ngelihat ke tangan, so ada duitnya. “Ta’ziyah kalau ada salam tempelnya memang lebih mujarab” gumam saya dalam hati.hehe, just kidding.

Terima kasih kepada semua walaupun namanya tidak dicantumkan, yang pasti malaikat sudah mencatat nama-nama orang yang sudah menghibur saudaranya. Amin. Saya masih ingat sekali dengan kronologi peristiwa itu sampai sekarang, sampai tulisan ini ditulis (kamis, 6 November 2014).

Salat gaib di Kairo dimotori oleh riski, yahya dkk, awalnya akan dilakukan di sekretariat kmm namun setelah diusahakan ternyata gagal, banyak alasan dari ketua namun intinya satu saja “ saya bukan siapa-siapa”, sedih juga rasanya, mengapa orang-orang zagazig yang berasal aneka suku ragam lebih peduli dibanding kawan-kawan mahasiswa yang berasal dari satu propinsi.

 Seharus tidak ada pilih kasih, perlakukan saja semua sama rata. Jangan beramah-tamah dengan mereka semua hanya saat ada undian temus tapi saat kesusahan seperti ini tiada lagi ramah-tamah seolah mereka bukan anggota kita.

Akhirnya kawan diniyah berinisiatif salat gaibnya di mesjid orang mesir saja, setelah salat zuhur kita umumkan kita ingin salat gaib untuk orang tua salah seorang teman kami,  sehingga orang mesir juga akan ikut mensalatkan. Alhamd salat gaib di Kairo berjalan lancar.

Almarhum ayah sempat dirawat 3 hari di rumah sakit Ahmad Mochtar Bukittinggi, katanya ada sakit di dadanya, paru-parunya mungkin rusak gara-gara candu rokok yang dihisapnya semenjak bujang dulu. 13 Juni 2012 beliau berangkat ke alam baqa’. Setelah 61 tahun hidup di dunia ini. Allahummagfirlahu.

Terima kepada semua yang merawat dan menemani beliau ibu, abang, uni, suami uni (rang sumando) dan para tetangga, semoga Allah mengampuni dosanya dan dosa kita semua, semoga Allah membalasi semua kebaikannya dan kebaikan kita semua dengan balasan yang berlipat ganda. Amin.

Semoga Allah mengampuni dosa saya, karena tidak ada di sampingnya di hari-hari terakhir saat dia sangat ingin sekali bertemu dengan saya, semoga Allah mengampuni dosa saya karena tidak ikut memandikan, mengafani, mensalatkan, menguburkan, saya tak ada di samping ibu saat beliau kehilangan bapak, saya tak melakukan kebaikan apapun untuk memberikan salam perpisahan untuknya, saya tak sempat melihat wajahnya untuk yang terakhir kali, tak sempat memeluknya bahkan saya tak pernah melihat di mana kuburannya, semua gara-gara saya terpaut jauh di sini, di rantau dan belum pernah pulang semenjak kepergian almarhum. Allahummagfirli zunubi.

Sekarang cerita tentang ujian takhrij atau hadist tahlili (sampai sekarang saya belum ingat mana ujiannya). Ini adalah salah satu keuntungan belajar jauh-jauh sebelum ujian datang hingga kalau terjadi sesuatu yang sifatnya dadakan sebagaimana yang saya alami maka minimal anda bisa lulus ujian walaupun dengan nilai minimal, alhamd saja lulus di semua mata pelajaran dan naik ke tahun empat dengan predikat Jayyid.

Ya..saya memang seperti itu sebagai makhluk yang terbatas saya mencoba mengakali kekurangan dengan cara selalu hadir muhadarah kuliyah walaupun mengikuti muhadarah di sini tidak wajib, saya selalu membuat ringkasan pelajaran semampu saya dan mencicil menghafalnya walaupun ujian belum jelas kapan tanggalnya. Alhamd itu sangat membantu saya ketika musibah datang. Anda juga bisa mencoba trik ini. Fighting.

Pada tahun ini (2012) beasiswa saya keterima, alhamdulillah keluar juga setelah 3 tahun berkeliaran berburu beasiswa, pernah nyoba daftar beasiswa di WAMI (World Association Muslim International), BZ (Baet Zakat elKuwaiti), BWAKM (badan wakaf yang memberi santunan untuk mahasiswa, badan ini didirikan oleh orang Indonesia dan dikelola oleh mahasiswa), al-Azhar.

Semuanya gak ada yang tembus, padahal sudah keluar uang cukup banyak untuk ngurus-ngurus berkas, transportasi dari propinsi zagazig-kairo terus ganti-ganti tramko dari pusat kairo ke kantor-kantor pemberi beasiswa tadi, pernah nyasar juga karena orang mesir yang sok tahu, kalau nanya tempat mana saja pasti dikasih tahu walaupun mereka sebenarnya gak tahu persisnya tempat yang kita tuju (mereka malu kali ya bilang ”saya gak tahu. >ding”).

Saya pernah minta kirimin saya abang, ”bang 3 juta untuk beli Komputer, butuh nih!”, namun demi harapan bisa keterima di BZ, saya gak jadi beli computer, duitnya saya pakai untuk ngurus-ngurus beasiswa, saya yakin kali ini tembus, yakin banget. Insya Allah, ntar kalau keterima saya langsung akan beli komputer, syarat-syarat saya lengkap dan persaingan semakin ketat pasti yang lolos tahun ini bakalan dikit, jadi peluang saya sangat besar.

Pada tahun ini BZ mensyaratkan bahwa setiap pendaftar harus punya tabungan di Bank Faishal Islami, bagi orang kairo untuk daftar sebagai nasabah cukup ribet, sedangkan di Zagazig urusannya lebih gampang hanya saja kita gak punya duit, syarat jadi nasabah adalah harus memiliki Le 1000 sebagai tabungan dasar dan bayar bia adm dan punya tabungan ya minimal Le 50 juga boleh, kawan-kawan zagazig banyak yang kaget dengan peraturan BZ yang mensyaratkan harus punya tabungan dulu sebelum dapat beasiswa, susah kayaknya harus punya tabungan dalam waktu mepet seperti ini.

kayaknya bakalan banyak yang terlambat ke BZ nih… kesempatan saya semakin besar donk, saya sedih melihat keadaan teman-teman namun senang juga karena kebetulan saya lagi megang duit (duit yang seharusnya untuk beli komputer). Langsung saya gak jadi beli computer, ntar aja.

Saya salah satu diantara orang yang pertama kali berhasil punya tabungan di Bank Faishal kemudian dengan suka cita langsung ngurus-ngurus berkas ke BZ. Setelah lama menunggu ternyata nama saya gak keterima.

Saya lemes, tak berdaya, duit habis, computer gak jadi dan saya sudah bohong sama abang saya, saya yakin beliau gak tahu sampai sekarang kejadian ini, karena saya memang tak pernah ngasih tahu dia. ( maaf y bang pleasssse)

3 tahun gagal mendapat beasiswa membuat saya patah semangat, ketika diakhir tahun 3 saya diajak teman-teman nyoba lagi ke JS (Jam’iyah Syar’iyah) saya langsung nolak, nggak ah..saya ingin hidup yang pasti-pasti aja, biar sederhana yang penting jelas,( insya Allah saya bisa hidup tanpa beasiswa, gumam saya di hati untuk menghibur diri).

Kita punya rencana dan Allah juga punya rencana, dia tahu kapan waktu terbaik untuk kita. Setelah saya berhenti mencari beasiswa, dia malah datang sendiri. Di akhir tahun 3 kuliyah ( tahun 2012, bertepatan di tahun ayah saya meninggal) nama saya keluar di al-Azhar sebagai salah seorang mahasiswa yang berhak menerima beasiswa, Alhamdulillah. Nasib saya untuk ke depannya aman.

Saya langsung beres-beres dan pindah ke Kairo, tinggal di Asrama al-Azhar (nama asrama saya “Madinet elBost el-Islamea) el-Abbasea, dekat dari Kampus induk al-azhar Kairo.

Saya masuk ke asrama al-Azhar pada akhir September 2012 dan sampai sekarang masih di sini. Alhamdulilah saya sekarang sedang menuju S2 (tahun persiapan atau sanah tamhidi).

Allahummagfirli zunubi, ya Allah ampuilah dosa-dosaku, dosa kedua orang tuaku dan dosa semua kaum muslimin dan muslimat. Amin.