Waktu itu hari selasa, saya sedang ujian term 2, tahun 3 di kuliyah zagaziq, universitas al-Azhar. Masih ada beberapa mata pelajaran lagi yang akan diujikan, pada hari kamisnya 15 juni , ada ujian takhrij atau hadis tahlili (hemmm.. saya lupa), yang jelas pelajaran itu dibawakan oleh duktur mamduh, dosen favorit saya. Hari minggunya juga masih ada ujian, Gimana ya?? Harus kah saya merasibkan diri karena musibah yang datang ini?
Yang pertama kali
datang ke rumah saya untuk menghibur (ta’ziyah) adalah mas uus dan ceng gilman.
Mereka bawa buah-buahan ke rumah dan mengajak saya gobrol berusaha meringankan
beban perasaan saya, terima kasih buat mereka, padahal saya tahu mereka sendiri
sedang memikul beban, harus ngafal dan mempersiapkan diri untuk ujian pada hari
kamisnya, sama dengan saya.
Kedatangan mereka
sangat menghibur saya, saat itu saya mengambil kesimpulan bahwa ternyata yang
paling berkesan itu adalah simpati, empati, ikhlas dan terdepan.
Maksudnya gini, yang
sangat berkesan bagi saya dari mereka berdua adalah mereka orang yang pertama
kali datang menampakkan diri ke rumah ketika saya ditimpa musibah, saya paling
terkesan dari sisi ini, bukan karena apa yang mereka bawa atau apa yang mereka
ucapkan.
Tapi saya senang juga
sih dengan buah-buahan dan wejangannya. Semangkanya manis pak kiayi..
Jazahumullahu khairal jaza-.
Malammya ada salat
gaib di DPD Zagazig dan ada salat gaib juga bersama kawan-kawan alumni Diniyah
di Kairo.
Salat gaib di DPD
(Dewan Perwakilan Daerah-sekretariat mahasiswa) Zagazig berjalan lancar, yang
menjadi imamnya saya sendiri, kemudian Nano sebagai ketua DPD membuka acara
ta’ziyah, bang Kasmon dan bang Rois memberikan tausiyah sebagai perwakilan dari
teman-teman mahasiswa kemudian sepatah kata sekaligus ucapan terima kasih dari
saya sendiri kemudian ditutup doa.
Setelah penutupan dan
basa-basi, semua pada salaman dan bubar, om hashim nyalamin, “hamdi yang sabar
ya!”, pas dia salaman kok kayak ada yang nempel-nempel ghitu di tangan saya,
segera air mata saya mengering pas saya ngelihat ke tangan, so ada duitnya.
“Ta’ziyah kalau ada salam tempelnya memang lebih mujarab” gumam saya dalam
hati.hehe, just kidding.
Terima kasih kepada
semua walaupun namanya tidak dicantumkan, yang pasti malaikat sudah mencatat
nama-nama orang yang sudah menghibur saudaranya. Amin. Saya masih ingat sekali
dengan kronologi peristiwa itu sampai sekarang, sampai tulisan ini ditulis
(kamis, 6 November 2014).
Salat gaib di Kairo
dimotori oleh riski, yahya dkk, awalnya akan dilakukan di sekretariat kmm namun
setelah diusahakan ternyata gagal, banyak alasan dari ketua namun intinya satu
saja “ saya bukan siapa-siapa”, sedih juga rasanya, mengapa orang-orang zagazig
yang berasal aneka suku ragam lebih peduli dibanding kawan-kawan mahasiswa yang
berasal dari satu propinsi.
Seharus tidak ada pilih kasih, perlakukan saja
semua sama rata. Jangan beramah-tamah dengan mereka semua hanya saat ada undian
temus tapi saat kesusahan seperti ini tiada lagi ramah-tamah seolah mereka
bukan anggota kita.
Akhirnya kawan diniyah
berinisiatif salat gaibnya di mesjid orang mesir saja, setelah salat zuhur kita
umumkan kita ingin salat gaib untuk orang tua salah seorang teman kami,
sehingga orang mesir juga akan ikut mensalatkan. Alhamd salat gaib di Kairo
berjalan lancar.
Almarhum ayah sempat
dirawat 3 hari di rumah sakit Ahmad Mochtar Bukittinggi, katanya ada sakit di
dadanya, paru-parunya mungkin rusak gara-gara candu rokok yang dihisapnya
semenjak bujang dulu. 13 Juni 2012 beliau berangkat ke alam baqa’. Setelah 61
tahun hidup di dunia ini. Allahummagfirlahu.
Terima kepada semua
yang merawat dan menemani beliau ibu, abang, uni, suami uni (rang sumando) dan
para tetangga, semoga Allah mengampuni dosanya dan dosa kita semua, semoga
Allah membalasi semua kebaikannya dan kebaikan kita semua dengan balasan yang
berlipat ganda. Amin.
Semoga Allah
mengampuni dosa saya, karena tidak ada di sampingnya di hari-hari terakhir saat
dia sangat ingin sekali bertemu dengan saya, semoga Allah mengampuni dosa saya
karena tidak ikut memandikan, mengafani, mensalatkan, menguburkan, saya tak ada
di samping ibu saat beliau kehilangan bapak, saya tak melakukan kebaikan apapun
untuk memberikan salam perpisahan untuknya, saya tak sempat melihat wajahnya
untuk yang terakhir kali, tak sempat memeluknya bahkan saya tak pernah melihat
di mana kuburannya, semua gara-gara saya terpaut jauh di sini, di rantau dan
belum pernah pulang semenjak kepergian almarhum. Allahummagfirli zunubi.
Sekarang cerita
tentang ujian takhrij atau hadist tahlili (sampai sekarang saya belum ingat
mana ujiannya). Ini adalah salah satu keuntungan belajar jauh-jauh sebelum
ujian datang hingga kalau terjadi sesuatu yang sifatnya dadakan sebagaimana yang
saya alami maka minimal anda bisa lulus ujian walaupun dengan nilai minimal,
alhamd saja lulus di semua mata pelajaran dan naik ke tahun empat dengan
predikat Jayyid.
Ya..saya memang
seperti itu sebagai makhluk yang terbatas saya mencoba mengakali kekurangan
dengan cara selalu hadir muhadarah kuliyah walaupun mengikuti muhadarah di sini
tidak wajib, saya selalu membuat ringkasan pelajaran semampu saya dan mencicil
menghafalnya walaupun ujian belum jelas kapan tanggalnya. Alhamd itu sangat
membantu saya ketika musibah datang. Anda juga bisa mencoba trik ini. Fighting.
Pada tahun ini (2012)
beasiswa saya keterima, alhamdulillah keluar juga setelah 3 tahun berkeliaran
berburu beasiswa, pernah nyoba daftar beasiswa di WAMI (World
Association Muslim International), BZ (Baet Zakat elKuwaiti), BWAKM
(badan wakaf yang memberi santunan untuk mahasiswa, badan ini didirikan oleh
orang Indonesia dan dikelola oleh mahasiswa), al-Azhar.
Semuanya gak ada yang
tembus, padahal sudah keluar uang cukup banyak untuk ngurus-ngurus berkas,
transportasi dari propinsi zagazig-kairo terus ganti-ganti tramko dari pusat
kairo ke kantor-kantor pemberi beasiswa tadi, pernah nyasar juga karena orang
mesir yang sok tahu, kalau nanya tempat mana saja pasti dikasih tahu walaupun
mereka sebenarnya gak tahu persisnya tempat yang kita tuju (mereka malu kali ya
bilang ”saya gak tahu. >ding”).
Saya pernah minta
kirimin saya abang, ”bang 3 juta untuk beli Komputer, butuh nih!”, namun demi
harapan bisa keterima di BZ, saya gak jadi beli computer, duitnya saya pakai
untuk ngurus-ngurus beasiswa, saya yakin kali ini tembus, yakin banget. Insya
Allah, ntar kalau keterima saya langsung akan beli komputer, syarat-syarat saya
lengkap dan persaingan semakin ketat pasti yang lolos tahun ini bakalan dikit,
jadi peluang saya sangat besar.
Pada tahun ini BZ
mensyaratkan bahwa setiap pendaftar harus punya tabungan di Bank Faishal
Islami, bagi orang kairo untuk daftar sebagai nasabah cukup ribet,
sedangkan di Zagazig urusannya lebih gampang hanya saja kita gak punya duit,
syarat jadi nasabah adalah harus memiliki Le 1000 sebagai tabungan dasar dan
bayar bia adm dan punya tabungan ya minimal Le 50 juga boleh, kawan-kawan zagazig
banyak yang kaget dengan peraturan BZ yang mensyaratkan harus punya
tabungan dulu sebelum dapat beasiswa, susah kayaknya harus punya tabungan dalam
waktu mepet seperti ini.
kayaknya bakalan
banyak yang terlambat ke BZ nih… kesempatan saya semakin besar donk,
saya sedih melihat keadaan teman-teman namun senang juga karena kebetulan saya
lagi megang duit (duit yang seharusnya untuk beli komputer). Langsung saya gak
jadi beli computer, ntar aja.
Saya salah satu
diantara orang yang pertama kali berhasil punya tabungan di Bank Faishal
kemudian dengan suka cita langsung ngurus-ngurus berkas ke BZ. Setelah
lama menunggu ternyata nama saya gak keterima.
Saya lemes, tak
berdaya, duit habis, computer gak jadi dan saya sudah bohong sama abang saya,
saya yakin beliau gak tahu sampai sekarang kejadian ini, karena saya memang tak
pernah ngasih tahu dia. ( maaf y bang pleasssse)
3 tahun gagal mendapat
beasiswa membuat saya patah semangat, ketika diakhir tahun 3 saya diajak
teman-teman nyoba lagi ke JS (Jam’iyah Syar’iyah) saya langsung nolak,
nggak ah..saya ingin hidup yang pasti-pasti aja, biar sederhana yang penting
jelas,( insya Allah saya bisa hidup tanpa beasiswa, gumam saya di hati untuk
menghibur diri).
Kita punya rencana dan
Allah juga punya rencana, dia tahu kapan waktu terbaik untuk kita. Setelah saya
berhenti mencari beasiswa, dia malah datang sendiri. Di akhir tahun 3 kuliyah (
tahun 2012, bertepatan di tahun ayah saya meninggal) nama saya keluar di
al-Azhar sebagai salah seorang mahasiswa yang berhak menerima beasiswa,
Alhamdulillah. Nasib saya untuk ke depannya aman.
Saya langsung
beres-beres dan pindah ke Kairo, tinggal di Asrama al-Azhar (nama asrama saya
“Madinet elBost el-Islamea) el-Abbasea, dekat dari Kampus induk al-azhar Kairo.
Saya masuk ke asrama
al-Azhar pada akhir September 2012 dan sampai sekarang masih di sini.
Alhamdulilah saya sekarang sedang menuju S2 (tahun persiapan atau sanah
tamhidi).
Allahummagfirli
zunubi, ya Allah ampuilah dosa-dosaku, dosa kedua orang tuaku dan dosa semua kaum
muslimin dan muslimat. Amin.